Kunci
Hidup Sukses
Edisi III
Oleh Surya Noor
"Jika Allah menolong
kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu..." (Q. S Ali Imran (3) : 160)
Bagaimana
kita memahami pengertian hidup sukses? Dari mana harus memulainya ketika kita
ingin hidup sukses? Tampaknya tidak terlalu salah bila ada orang yang telah
berhasil menempuh jenjang pendidikan tinggi, bahkan lulusan luar negeri, lalu
menganggap dirinya orang sukses. Mungkin juga seseorang yang gagal dalam
menempuh jalur pendidikan formal belasan tahun lalu, tetapi saat ini berani
menepuk dada karena yakin bahwa dirinya telah mencapai sukses. Karena, ia telah
memilih dunia wirausaha, lalu berusaha keras tanpa mengenal lelah, sehingga
mewujudlah segala buah jerih payahnya itu dalam belasan perusahaan besar yang
menguntungkan. Seorang kiai atau mubaligh juga berusaha mensyukuri kesuksesan
hidupnya ketika jutaan umat telah menjadi jamaahnya yang setia dan telah
menjadikannya sebagai panutan, sementara pesantrennya selalu dipenuh sesaki
ribuan santri.
Pendek kata, adalah hak
setiap orang untuk menentukan sendiri dari sudut pandang mana ia melihat kesuksesan
hidup. Akan tetapi, dari sudut pandang manakah seyogyanya seorang muslim dapat
menilik dirinya sebagai orang yang telah meraih hidup sukses dalam urusan
dunianya?
Membangun Fondasi
Kalau kita hendak membangun
rumah, maka yang perlu terlebih dahulu dibuat dan diperkokoh adalah fondasinya.
Karena, fondasi yang tidak kuat sudah dapat dipastikan akan membuat bangunan
cepat ambruk kendati dinding dan atapnya dibuat sekuat dan sebagus apapun.
Sering terjadi menimpa sebuah perusahaan, misalnya yang asalnya memiliki
kinerja yang baik, sehingga maju pesat, tetapi ternyata ditengah jalan rontok.
Padahal, perusahaan tersebut tinggal satu dua langkah lagi menjelang sukses. Mengapa bisa demikian? ternyata faktor
penyebabnya adalah karena didalamnya merajalela ketidakjujuran, penipuan,
intrik dan aneka kezhaliman lainnya.
Lalu apa yang harus kita
lakukan untuk merintis sesuatu secara baik? Alangkah indah dan mengesankan
kalau kita meyakini satu hal, bahwa tiada kesuksesan yang sesungguhnya, kecuali
kalau Allah Azza wa Jalla menolong segala urusan kita. Dengan kata lain apabila
kita merindukan dapat meraih tangga kesuksesan, maka segala aspek yang
berkaitan dengan dimensi sukses itu sendiri harus disandarkan pada satu
prinsip, yakni sukses dengan dan karena pertolongan-Nya. Inilah yang dimaksud
dengan fondasi yang tidak bisa tidak harus diperkokoh sebelum kita membangun
dan menegakkan menara gading kesuksesan.
Sunnatullah dan Inayatullah
Terjadinya seseorang bisa
mencapai sukses atau terhindar dari sesuatu yang tidak diharapkannya, ternyata
amat bergantung pada dua hal yakni sunnatullah dan inayatullah. Sunatullah
artinya sunnah-sunnah Allah yang mewujud berupa hukum alam yang terjadinya
memerlukan proses sebab akibat, sehingga membuka peluang bagi perekayasaan oleh
perbuatan manusia. Seorang mahasiswa ingin menyelesaikan studinya tepat waktu
dan dengan predikat memuaskan. Keinginan itu bisa tercapai apabila ia bertekad
untuk bersungguh-sungguh dalam belajarnya, mempersiapkan fisik dan pikirannya
dengan sebaik-baiknya, lalu meningkatkan kuantitas dan kualitas belajarnya
sedemikian rupa, sehingga melebihi kadar dan cara belajar yang dilakukan
rekan-rekannya. Dalam konteks sunnatullah, sangat mungkin ia bisa meraih apa
yang dicita-citakannya itu.
Contoh lain bertolak
belakang dengan itu, ada bus yang
terjatuh ke jurang dan menewaskan seluruh penumpangnya, tetapi seorang bayi
selamat tanpa sedikitpun terluka. Seorang anak kecil yang terjatuh dari gedung
lantai ketujuh ternyata tidak apa-apa, padahal secara logika terjatuh dari lantai
dua saja ia bisa tewas. Sebaliknya, mahasiswa yang telah bersungguh-sungguh
berikhtiar tadi, bisa saja gagal total hanya karena Allah menakdirkan ia sakit
parah menjelang masa ujian akhir studinya, misalnya. Segala yang mustahil
menurut akal manusia sama sekali tidak ada yang mustahil bila inayatullah atau
pertolongan Allah telah turun.
Rekayasa Diri
Kalau kita menginginkan
hidup sukses di dunia, maka janganlah hanya menyibukkan diri dengan ikhtiar
dhahir semata, tetapi juga rekayasalah diri kita supaya menjadi orang yang
layak ditolong oleh Allah dengan juga melakukan ikhtiar bathin. Ikhtiar dhahir
akan menghadapkan kita pada dua pilihan, yakni tercapainya apa yang kita
dambakan - karena faktor sunnatullah tadi - namun juga tidak mustahil akan
berujung pada kegagalan kalau Allah menghendaki lain.
Lain halnya kalau ikhtiar
dhahir itu diseiringkan dengan ikhtiar bathin. Mengawalinya dengan dasar niat
yang benar dan ikhlas semata mata demi ibadah kepada Allah. Berikhtiar dengan
cara yang benar, kesungguhan yang tinggi, ilmu yang tepat sesuai yang
diperlukan, jujur, lurus, tidak suka menganiaya orang lain dan tidak mudah
berputus asa. Senantiasa menggantungkan harap hanya kepada Nya semata, seraya
menepis sama sekali dari berharap kepada makhluk. Memohon dengan segenap hati
kepada Nya agar bisa sekiranya apa-apa yang tengah diikhtiarkan itu bisa
membawa maslahat bagi dirinya mapun bagi orang lain, kiranya Dia berkenan
menolong memudahkan segala urusan kita. Dan tidak lupa menyerahkan sepenuhnya
segala hasil akhir kepada Dia Dzat Maha Penentu segala kejadian. Bila Allah
sudah menolong, maka siapa yang bisa menghalangi pertolongan-Nya? Walaupun
bergabung jin dan manusia untuk menghalangi pertolongan yang diturunkan Allah
atas seorang hamba Nya sekali-kali tidak akan pernah terhalang karena Dia
memang berkewajiban menolong hamba-hambaNya yang beriman.
"Jika Allah menolong
kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu Jika Allah membiarkan
kamu (tidak memberikan pertolongan) maka siapakah gerangan yang dapat menolong
kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja
orang-orang mukmin bertawakal" (QS Ali
Imran (3) : 160).