Cinta
itu ibarat perang, berawalan dengan mudah namun sulit di akhiri.
Suatu hari, bermula dari pertemuan-pertemuan yang menyenangkan di kampus. Kebiasaan-kebiasaan
ramah, saling bertatap wajah bercanda gurau habiskan masa-masa
penuh suka, penuh gembira. Hingga
akhirnya tercipta sebuah rasa yang dinamakan cinta.
Tak terasa
masa-masa dikampus
akan berakhir didepan mata. Masa muda yang penuh cita siap menantang dunia
berupaya mengubah jalan cerita dihidupnya. Kemudian ada cinta yang merangkul
rasa menemani ceria yang sebentar lagi akan berbalut luka karena akan berpisah selamanya.
Rara dan Saputra, selalu bersama. Alasan apapun tak pernah membuat mereka
berpisah. Tak pula hanya sahabat saja,
melainkan sejoli yang tangguh dan kokoh dalam cintanya. Meski Saputra tahu Rara tak bisa bertahan
hidup lebih lama darinya. Hal itu tak membuatnya goyah ataupun menyerah untuk mencintai
kekasihnya. Hanya saja, Saputra tak kuasa menahan air matanya manakala Rara memintanya untuk pergi dan mencari pengganti dirinya yang tak sampai satu bulan lagi menikmati dunia.
Gazebo, tepat didepan ruang kelas akan
jadi saksi cinta mereka yang setia. Tempat favorit yang sering mereka kunjungi
untuk mendengarkan lagu kesukaan bersama, belajar bersama, menikmati indahnya
suasana kampus,
tempat yang penuh akan kenangan manis mereka. Itu semua akan jadi kenangan yang kemudian akan segera pudar
sebagaimana tinta hitam yang melekat pada kertas putih kemudian terkena air
lalu memudar dan akhirnya menghilang.
Ada pula cinta yang
coba memaksa, datang menghantui Saputra, memburamkan pandangannya agar Rara menghilang dari hatinya. Lantas
cinta itu tak kuat merasuk ke hatinya hingga hilang dan berlalu begitu saja. Rara lah pemilik hati Saputra seutuhnya. Hingga
tak ada celah yang tersisa.
Tak sedikit air
mata Saputra yang tertumpah
untuk Rara, manakala melihat
tempat yang
sering mereka lalui berdua hanya
akan jadi kenangan.
Tak kalah hebat
cinta Rara untuk Saputra, mengorbankan rasa menjadi hal yang sangat biasa
untuknya. Berpura-pura lupa telah mencinta, menyiksa hatinya demi kebohongan
belaka. Hingga Saputra
tidak akan merasakan luka
dihatinya. Meski ceroboh tapi Rara melakukan yang terbaik untuk kekasihnya.
Tak terasa sampai
pada waktu dimana satu
bulan kebersamaan mereka hanya tersisa satu jam saja.
Tak banyak yang
bisa dipersembahkan Saputra
untuk Rara yang waktunya
hanya tersisa satu jam saja. Kemudian handphone Saputra berdering. Tak lama membuka
handphone, air matanya bercucuran
di pipi. “waktu
anda tersisa 1 jam” Begitulah
yang tertulis pada
catatan handphonenya. Pantas air matanya Saputra berderai.
“Kenapa Saputra menangis.” Tanya Rara..
“Aku hanya bahagia
pernah berdampingan denganmu”. Air mata
ini sepertinya tulus keluar dari mataku,” Saputra hanya tersenyum agar Rara tak
mengkhawatirkan perasaannya.
“Meski itu bohong tapi aku
bahagia mendengar ucapanmu,” Tepisnya ragu perasaan Saputra. Saputra hanya tersenyum. Kemudian
bergerak, jalan menuju Rara.
“Hanya ada satu jam waktuku
bersamamu, lalu apa yang kamu inginkan dariku?” Apa aku harus melompat dari
gedung tertinggi itu,” Ucap Saputra menunjuk gedung paling tinggi ditempat mereka berada, “Atau
kamu mau aku menunggumu kembali?” lanjut Saputra.
Air mata tulus mulai meleleh dari mata Rara. “Sudah saatnya cintamu diperbaharui! Hari ini
kurasa cintamu sudah sampai dibatas akhir.” Ucap Rara. “Kalaupun ku dapatkan kesempatan itu. Aku
hanya ingin memperbaharui
cintaku dengan orang yang sama bukan dengan yang baru.” Tegas
Saputra.”
“Bagaimana jika orang yang sama itu tiba-tiba menghilang?” Tanya Rara. “Aku
akan menunggunya kembali!!! Kapanpun aku menemukannya, aku akan mencintainya
lagi. Seperti ini, iya benar-benar seperti ini.”Jawab
Saputra.
Rara menangis tanpa
suara, melangkah tak bernada, kemudian bergerak, berdiri tepat membelakangi
lelaki yang di cintainya.
“Waktumu hanya
tersisa setengah jam. Lalu apa yang kamu inginkan dariku?”
“Gendong aku
kemanapun kamu mau, kemudian bila aku diam, jangan pernah menoleh kebelakang.
Jangan pernah berbalik melihatku, biarkan aku menghilang.”
“Sekali lagi aku mohon, saat aku tiada jangan pernah berbalik untuk
mencariku, biarkan saja aku menghilang. Kumohon biarkan aku jadi bagian terindah dimasa lalumu.
Biarkan aku tergantikan oleh orang lain.” Lanjut Rara terbata-bata dengan air mata yang membasahi pipinya.
“Bagaimana ku bisa lakukan itu? Sementara
sebentar saja aku tak melihatmu, aku berlari mencarimu. Mungkinkah aku bisa
membiarkanmu pergi untuk selamanya? Aku tak akan menemukanmu lagi meski aku
berlari lebih cepat dari biasanya.”
“Sebelum bertemu
denganmu, aku hanya punya lem dan benang ditepian hatiku. Kemudian kamu datang
merajut hatiku dengan benang itu, dan kamu kuatkan rajutan itu dengan lemnya.
Lantas, bagaimana ia akan terbuka lagi?” lanjut Saputra dengan air mata yang perlahan menetes.
“Biarkan sampai ia mengeras, tak lama
ia akan pecah. Kemudian ada celah yang terbuka disana. Perlahan benangnya akan
putus karna rapuh. Lalu ia sepenuhnya akan terbuka.”
“Tidak….! Jika
benangnya putus dan hatiku terbuka, aku akan merajutnya kembali, meski itu
menyakitkan. Tapi aku akan melakukannya.”
“Biarkan saja ia
terbuka.” Suara Rara
mulai letih, matanya terpejam. Tak lama badannya mulai memberat.”
Akhirnya, cinta
mereka berhenti pada masa yang berbahagia. Dimana mereka saling tau apa yang
dirasa, meski air mata
yang jadi saksinya. Cukup yang dicinta tau apa yang di rasa, itu sudah cukup
untuk bahagia.
0 komentar:
Posting Komentar