Minggu, 10 Mei 2015

Bukan Cerita Biasa



Cinta itu ibarat perang, berawalan dengan mudah namun sulit di akhiri.

                Suatu hari,  bermula  dari pertemuan-pertemuan yang menyenangkan di kampus.  Kebiasaan-kebiasaan ramah,  saling bertatap wajah bercanda gurau habiskan masa-masa penuh suka,  penuh gembira. Hingga akhirnya tercipta sebuah rasa yang dinamakan cinta. 

Tak terasa masa-masa dikampus akan berakhir didepan mata. Masa muda yang penuh cita siap menantang dunia berupaya mengubah jalan cerita dihidupnya. Kemudian ada cinta yang merangkul rasa menemani ceria yang sebentar lagi akan berbalut luka karena akan berpisah selamanya.

Rara dan Saputra,  selalu bersama.  Alasan apapun tak pernah membuat mereka berpisah.  Tak pula hanya sahabat saja, melainkan sejoli yang tangguh dan kokoh dalam cintanya. Meski Saputra tahu Rara tak bisa bertahan hidup lebih lama darinya. Hal itu tak membuatnya goyah ataupun menyerah untuk mencintai kekasihnya. Hanya saja, Saputra tak kuasa menahan air matanya manakala Rara memintanya untuk pergi dan mencari pengganti dirinya yang tak sampai satu bulan lagi menikmati dunia.

Gazebo, tepat didepan ruang kelas akan jadi saksi cinta mereka yang setia. Tempat favorit yang sering mereka kunjungi untuk mendengarkan lagu kesukaan bersama, belajar bersama, menikmati indahnya suasana kampus, tempat yang penuh akan kenangan manis mereka. Itu semua akan jadi kenangan yang kemudian akan segera pudar sebagaimana tinta hitam yang melekat pada kertas putih kemudian terkena air lalu memudar dan akhirnya menghilang.

Ada pula cinta yang coba memaksa, datang menghantui Saputra, memburamkan pandangannya agar Rara menghilang dari hatinya. Lantas cinta itu tak kuat merasuk ke hatinya hingga hilang dan berlalu begitu saja. Rara lah pemilik hati Saputra seutuhnya. Hingga tak ada celah yang tersisa.
Tak sedikit air mata Saputra yang tertumpah untuk Rara, manakala melihat tempat yang
sering mereka lalui berdua hanya akan jadi kenangan.

Tak kalah hebat cinta Rara untuk Saputra, mengorbankan rasa menjadi hal yang sangat biasa untuknya. Berpura-pura lupa telah mencinta, menyiksa hatinya demi kebohongan belaka. Hingga Saputra tidak akan merasakan luka dihatinya. Meski ceroboh tapi Rara melakukan yang terbaik untuk kekasihnya.

Tak terasa sampai pada waktu dimana satu bulan kebersamaan mereka hanya tersisa satu jam saja.

Tak banyak yang bisa dipersembahkan Saputra untuk Rara yang waktunya hanya tersisa satu jam saja. Kemudian handphone Saputra berdering. Tak lama membuka handphone, air matanya bercucuran di pipi. waktu anda tersisa 1 jam” Begitulah yang tertulis pada catatan handphonenya. Pantas air matanya Saputra berderai.

“Kenapa Saputra menangis.” Tanya Rara..
“Aku hanya bahagia pernah berdampingan denganmu. Air mata ini sepertinya tulus keluar dari mataku,” Saputra hanya tersenyum agar Rara tak mengkhawatirkan perasaannya.
“Meski itu bohong tapi aku bahagia mendengar ucapanmu,” Tepisnya ragu perasaan Saputra. Saputra hanya tersenyum. Kemudian bergerak, jalan menuju Rara.

“Hanya ada satu jam waktuku bersamamu, lalu apa yang kamu inginkan dariku? Apa aku harus melompat dari gedung tertinggi itu,” Ucap Saputra menunjuk gedung paling tinggi ditempat mereka berada, “Atau kamu mau aku menunggumu kembali?” lanjut Saputra.

Air mata tulus mulai meleleh dari mata Rara. “Sudah saatnya cintamu diperbaharui! Hari ini kurasa cintamu sudah sampai dibatas akhir.” Ucap Rara. “Kalaupun ku dapatkan kesempatan itu. Aku hanya ingin memperbaharui cintaku dengan orang yang sama bukan dengan yang baru.” Tegas Saputra.”

                “Bagaimana jika orang yang sama itu tiba-tiba menghilang?” Tanya Rara. “Aku akan menunggunya kembali!!! Kapanpun aku menemukannya, aku akan mencintainya lagi. Seperti ini, iya benar-benar seperti ini.”Jawab Saputra.

Rara menangis tanpa suara, melangkah tak bernada, kemudian bergerak, berdiri tepat membelakangi lelaki yang di cintainya.
“Waktumu hanya tersisa setengah jam. Lalu apa yang kamu inginkan dariku?”
“Gendong aku kemanapun kamu mau, kemudian bila aku diam, jangan pernah menoleh kebelakang. Jangan pernah berbalik melihatku, biarkan aku menghilang.”

“Sekali lagi aku mohon, saat aku tiada jangan pernah berbalik untuk mencariku, biarkan saja aku menghilang. Kumohon biarkan aku jadi bagian terindah dimasa lalumu. Biarkan aku tergantikan oleh orang lain.” Lanjut Rara terbata-bata dengan air mata yang membasahi pipinya.

“Bagaimana ku bisa lakukan itu? Sementara sebentar saja aku tak melihatmu, aku berlari mencarimu. Mungkinkah aku bisa membiarkanmu pergi untuk selamanya? Aku tak akan menemukanmu lagi meski aku berlari lebih cepat dari biasanya.” 

“Sebelum bertemu denganmu, aku hanya punya lem dan benang ditepian hatiku. Kemudian kamu datang merajut hatiku dengan benang itu, dan kamu kuatkan rajutan itu dengan lemnya. Lantas, bagaimana ia akan terbuka lagi?” lanjut Saputra dengan air mata yang perlahan menetes.
“Biarkan sampai ia mengeras, tak lama ia akan pecah. Kemudian ada celah yang terbuka disana. Perlahan benangnya akan putus karna rapuh. Lalu ia sepenuhnya akan terbuka.”
“Tidak….! Jika benangnya putus dan hatiku terbuka, aku akan merajutnya kembali, meski itu menyakitkan. Tapi aku akan melakukannya.”

“Biarkan saja ia terbuka.” Suara Rara mulai letih, matanya terpejam. Tak lama badannya mulai memberat.
Akhirnya, cinta mereka berhenti pada masa yang berbahagia. Dimana mereka saling tau apa yang dirasa, meski air mata yang jadi saksinya. Cukup yang dicinta tau apa yang di rasa, itu sudah cukup untuk bahagia.



0 komentar:

Posting Komentar